The Envelope and Silverthorn

Cengkareng, Januari 2016

Ke Jakarta aku kan kembali, kata Koes Plus.

Siang itu, terminal 1 Bandara Soetta ramai sebagaimana biasanya. Orang-orang berlalu lalang, porter-porter tergopoh-gopoh menyeret barang, resto dan kafe-kafe sibuk membuat perut kenyang, pengumuman dari speaker meraung kencang-kencang, mengumandangkan nama pesawat yang akan terbang.

Kugeret koper miniku yang berisi oleh-oleh, bungkusan dari Nenek. Di pelataran bandara yang penuh dengan penjemput, kulihat Om Dhar, driver keluarga kami, menyambut. Setelah menyapa beliau, aku naik ke mobil, melipir menuju rumah di Kebon Kacang.

Kupandang sekeliling, gedung-gedung pencakar langit berdiri kokoh tiada bergeming.  Selepas bersilaturahmi dengan Atuk, Nenek, Om, Tante, serta saudara sepupu di Pekanbaru, kini saatnya kembali ke ibukota dan melanjutkan liburanku.

Namun sesaat, ada yang mengganjal di pinggangku. Sesuatu yang menggembung.

Kuputar tubuhku sedikit.

Oh, ternyata dompet yang penuh dengan isi amplop yang diberikan Om, Tante, serta Nenek.

Aku tertegun.

Umurku 24…dan masih menerima amplop?

Aku tersenyum getir. Umur segini harusnya aku telah bekerja, seharusnya aku telah berdiri di atas kakiku sendiri, seharusnya aku telah wisuda….seharusnya….seharusnya…seharusnya…..

Di tengah rentetan pikiran burukku, aku teringat. Ada satu amplop lagi yang belum terbuka.

Dari Atuk.

Dan aku tergetar. Tergetar menerima luapan kasih sayang dari keluarga yang tak ada gantinya. Amplop sebagai perlambang rejeki yang dibagi, sebagai simbol eratnya ikatan di antara kita, sebagai doa agar kami semua murah rejeki, selalu bahagia, makmur, dan sukses selalu di dunia dan akhir masa.

Aku harus memutar isi amplop ini…..aku bertekad untuk membelanjakannya demi kebaikanku.

Tapi bagaimana?

Gramedia Matraman, sehari kemudian

Kubuka-buka buku amat tebal yang baru saja berpindah tangan dari toko ke diriku. Aku telah memutuskan untuk membeli Silverthorn, sebuah buku babon fisiologi, dari limpahan rezeki yang kuterima.

Aku berniat untuk menjadikan buku itu sebagai rujukan, kalau-kalau nanti aku bekerja di Indonesia setelah lulus….atau sebagai refreshing materi yang kudapat.

Dan seiring dengan gerakan mataku yang memindai halaman demi halaman, aku mengukuhkan azam.

Tahun ini, aku bertekad untuk mandiri secara finansial! Entah dapat beasiswa, atau bekerja. Mungkin nanti, aku yang akan memberikan amplopnya 🙂

 

 

Hinterlasse einen Kommentar